Kemunculan Kerang Pharella Acutidens Dikaitkan Dengan Salinitas Perairan Hutan Mangrove Di Perairan Dumai, Provinsi Riau

Main Article Content

Muhammad Fauzan Isma

Abstract

Estuari merupakan zona transisi atau ekoton antara habitat air tawar dan laut dengan sifat fisik dan biologinya yang unik (Odum, 1998). Salah satu keunikan tersebut adalah tingginya bahan organik yang terkandung didalamnya sehingga estuaria menjadi perairan yang sangat produktif sebagai wadah penimbunan bahan organik berupa substrat yang terbawa oleh arus sungai dan laut. Tingginya kandungan bahan organik tersebut menjadikan perairan estuaria sebagai habitat bagi berbagai macam organisme. Dewasa ini hutan mangrove ditetapkan sebagai jalur hijau di daerah pantai dan tepi sungai yang berfungsi mempertahankan tanah pantai dan kelangsungan hidup biota laut seperti ikan, udang, kepiting lakon, siput dan biota lainnya. Salah satu sumberdaya hayati yang terdapat di hutan mangrove adalah Kerang Pharella acutidens. Kerang ini di Dumai dikenal dengan nama Sipetang dan merupakan salah satu sumber protein bagi penduduk setempat. Kerang ini diberi nama Sipetang oleh penduduk setempat karena sering muncul ke permukaan sedimen pada petang hari, mempunyai daging yang relatif tebal dan enak. Salinitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberadaan kerang Sipetang P. acutidens, tinggi rendahnya salinitas dapat menjadi indikator keberadaan kerang Sipetang P. acutidens di suatu perairan yang dipengaruhi pasang surut. Maka perlu dilakukan suatu penelitian tentang kemunculan kerang Pharella acutidens yang dikaitkan dengan salinitas akibat pasut pada pagi hari dan sore hari diperairan Dumai Provinsi Riau. Hasil penelitian menunjukkan ada kecendrungan semakin tinggi salinitas perairan maka semakin rendah kemunculan kerang di permukaan dasar perairan dengan rata-rata salinitas 18,92 adalah salinitas yang nyaman untuk muncul akan tetapi bila ditinjau dari determinasi salinitas terhadap kemunculan kerang Pharella acutidens hanya sebesar 4%, maka ada kontribusi sebesar 96% yang berasal dari faktor ekologi lain.

Article Details

Section
Articles